Postingan ini sebenarnya tugas mata kuliah Teori Kesehatan Reproduksi. Berhubung sudah lumayan lama dan cuma disave di komputer, jadi mendingan di share ke blog baru, hitung-hitung berbagi ilmu ke oranglain yang membutuhkan. Semoga Bermanfaat :)
Aborsi, salah satu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Bener kan guys? Nah, satu kata itu menyimpan berjuta penafsiran dan komentar. Gimana gak coba, di Indonesia sendiri aborsi salah satu kasus yang menjadi sorotan, karena sifatnya masih kontroversial. Jumlah kasus aborsi juga makin tahun makin meningkat dan menimbulkan berbagai tanggapan dari berbagai pihak. Sebenarnya aborsi itu boleh gak sih? and bahaya or gak?? itu pertanyaan yang umum di kalangan masyarakat, khususnya para remaja. Yaps, adanya globalisasi dan arus perkembangan IPTEK yang terus masuk ke Indonesia mau tak mau juga berdampak pada pergeseran moral etika pergaulan di kalangan remaja. Media komunikasi dan informasi banyak yang disalahgunakan, dan efeknya yang paling terasa yaitu pergaulan bebas yang menjurus ke free sex before married, sudah marak dilakukan para remaja saat ini. Akibatnya lagi, KTD alias Kehamilan Tidak Diinginkan makin mengkhawatirkan, karena sudah sering terjadi di kalangan remaja khususnya para pelajar. Miris memang, tetapi kondisi faktanya di lingkungan masyarakat memang sudah demikian. Oleh karena itu perlu berbagai tindakan nyata dari berbagai kalangan terkait untuk menurunkan alias mencegah hal tersebut supaya tidak terjadi.
Ya sudah, yuk kita cek dulu informasi-informasi tentang aborsi ya.. Semoga setelah membaca tulisan ini kesadaran kita semua semakin meningkat untuk terus mencegah terjadinya aborsi ... ^^
Gugur
kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan
sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila
janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka
istilahnya adalah kelahiran prematur. Istilah
abortus dipakai untuk menunjukkan
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin
mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan 20 minggu (WHO, 1998). Pengertian
aborsi atau abortus Provocatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil
kehamilan dari rahim sebelum waktunya (Kusmariyanto, 2002).
Abortus
merupakan suatu masalah kontroversi karena kasus abortus sudah lama ada di
masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan maraknya jamu dan obat-obat
peluntur serta dukun pijat untuk wanita yang terlambat bulan. Di pihak lain abortus
juga tidak dibenarkan oleh agama. Bahkan dicaci, dimaki dan dikutuk sebagai
perbuatan tidak bermoral. Pembicaraan tentang abortus dianggap tabu. Sulit
ditemukan seorang wanita yang secara sukarela mengaku bahwa ia pernah
diabortus, karena malu. Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil
kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin
yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat
badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan
dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus dianggap
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. Abortus dapat berlangsung spontan secara
alamiah atau buatan. Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20
minggu dengan obat-obatan atau dengan tindakan medik. Frekuensi abortus sukar
ditentukan karena abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila
terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan
tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap
sebagai terlambat haid (Azhari,2002).
Keberadaan praktik aborsi kembali
mendapat perhatian dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, sebagai pengganti UU No. 23
Tahun 1992. Dengan dikeluarkannya revisi undang-undang kesehatan maka mengenai
legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan telah termuat dengan jelas di dalam
Pasal 75 ayat 2 UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Meski demikian UU ini
menimbulkan kontroversi di berbagai lapisan masyarakat karena adanya
pasal-pasal yang mengatur mengenai aborsi dalam praktek medis yang mengandung
berbagai reaksi. Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, melarang
adanya praktik aborsi (Pasal 75 ayat 1).
Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. terdapat indikasi kedaruratan medis yang
dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau
janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang
tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan; atau
b.
kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan (Pasal 75 ayat 2).
Terlepas dari hukum formal yang mengatur, aborsi merupakan fenomena
yang terkait erat dengan nilai-nilai sosial budaya agama yang hidup dalam
masyarakat. Dalam konteks Indonesia aborsi lebih condong sebagai aib sosial
daripada manifestasi kehendak bebas tiap individu. Aborsi merupakan masalah
yang sarat dengan nilai-nilai sosial, budaya, agama, dan politik. Aturan
normatif legal formal menolak aborsi meski masih ada ruang untuk hal-hal
khusus. Aturan normatif sosial-hudaya-agama yang "informal" pada umumnya
juga menolak aborsi, meski terdapat variasi dan kelonggaran di sana-sini.
Persoalan aborsi penting untuk dibahas karena fenomena ini berkaitan erat
dengan persoalan kesehatan reproduksi perempuan. Untuk kasus Indonesia, seperti
diketahui, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu (MMR) adalah karena
praktek aborsi terutama bagi ibu pada usia belia sebagai akibat salah pergaulan
ataupun belum siap memiliki anak, selain persoalan pelayanan kesehatan yang
tidak memadai dan faktor struktural lain yang lebih luas. Selain keterkaitan
dengan nilai-nilai sosial, politik, budaya, dan agama, secara lebih spesifik
fenomena aborsi tersebut terkait erat dengan isu gender (Juita, 2010).
Di Indonesia diperkirakan ada satu juta wanita yang
mengalami KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan). Menurut laporan WHO, di seluruh
dunia diperkirakan 15 juta remaja hamil setiap tahunnya, 60 % diantaranya tidak
dikehendaki. Hal itu karena ketidaktahuan dan minimnya pengetahuan tentang
perilaku seksual yang dapat mengakibatkan kehamilan. Pada tahun 2004,
berdasarkan laporan WHO, 11 % kematian maternal di Indonesia diakibatkan karena
aborsi yang tidak aman (unsafe-abortion)
(Wilopo, 2005). Estimasi nasional menyatakan bahwa setiap tahun terjadi dua
juta kasus aborsi di Indonesia. Ini berarti terdapat 43 kasus aborsi per
seratus kelahiran hidup. Menurut hasil sensus penduduk tahun 2000, terdapat
53.783.717 perepempuan berusia 15-49 tahunatau 37 kasus aborsi per tahun per
seribu perempuan usia15-49 tahun berdasarkan Crude Birth Rate (CBR) sebesar 23 per seribu kelahiran hidup.
Sebuah studi di beberapa fasilitas kesehatandi Indonesia mengestimasikan 25-60
% kejadian aborsi adalah aborsi yang disengaja / induced abortion (Sinaga, 2007).
Resiko abortus yang paling marak disorot
adalah yang dialami oleh remaja, karena risiko kesehatan reproduksi yang
dihadapi remaja tidak hanya berdampak secara fisik tetapi juga pada kondisi
emosi, ekonorni, dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Menurut
literatur, ada 4 risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja: 1) PMS
terrnasuk infeksi HIV/AIDS; 2) tindak kekerasan seksual dan pemaksaan, termasuk
pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersial; 3) kehamilan dan
persalinan usia muda yang berisiko kematian ibu dan bayi; dan 4) kehamilan
tidak dikehendaki, seringkali menjurus ke aborsi tidak aman dan komplikasinya.
Kehamilan dan persalinan pertama bagi remaja perempuan mempunyai pengaruh yang
dalam dan berkepanjangan terhadap kesejahteraan, pendidikan dan kemampuannya
untuk memberikan sumbangsih kepada masyarakat. Remaja merupakan kelompok yang
rentan terinfeksi PMS termasuk HIV melalui kontak heteroseksual, berdasar pola
penularan PMS di negara berkembang maupun negara maju. Penyebabnya antara lain:
1) ketidaktahuan tentang PMS; 2) tidak ada perlindungan seksual bila pasangan
tidak menggunakan kondom secara konsisten; 3) semakin muda usia pertama aktif
seksual, semakin tinggi kemungkinan memiliki lebih dari satu pasangan seksual,
semakin besar risiko terpapar PMS/ HIV; 4) lapisan mukus mulut rahim remaja
lebih rentan terhadap infeksi gonore, klamidia, dan papiloma (dapat menyebabkan
kanker mulut rahirn); 5) pola pencarian pengobatan remaja buruk karena berusaha
menyembunyikan masalah atau mengobati sendiri; 6) remaja perempuan dengan
pasangan berbeda usia yang jauh ternyata berisiko 2 kali lebih tinggi, bila
pasangannya sudah terkena PMS sebelumnya (Iskandar, 1997).
Yang dimaksud dengan unsafe abortion adalah abortus yang
dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/ kompeten sehingga menimbulkankan
banyak komplikasi bahkan kematian. Beberapa ciri unsafe abortion sebagai berikut:
a.
Membahayakan
Unsafe
abortion yang dilakukan sendiri atau oleh orang yang tidak
terlatih akan selalu membahayakan. Di Indonesia dikenal jamu-jamu peluntur,
atau terlambat datang bulan, yang diiklankan lewat surat kabar dan radio dengan
peringatan: “Awas, jangan dimakan oleh wanita hamil”, dengan maksud agar para
wanita yang hamil akan berduyun-duyun membeli jamu itu untuk induksi haid. Yang
berbahaya ialah kalau wanita itu berusaha menginduksi haid dengan jalan
kekerasan, yang dapat dilakukan oleh “dukun” dengan memijit kandungannya, atau
dengan benda tajam yang dimasukkan sendiri ke dalam peranakkannya.
b.
Kurang pengetahuan
Kurang
pengetahuan menyebabkan wanita itu tidak tahu bahwa ia hamil, apalagi berapa
besar/ tua kehamilannya. Bila mengetahui sudah hamil, umumnyamereka akan
mencoba dulu sendiri, bila tidak berhasil ke dukun. Akhirnya setelah sampai ke
dokter kehamilannya sudah sangat besar.
c.
Kurang fasilitas
Kekurangan
fasilitas kesehatan di negara-negara yang sedang berkembang akan lebih terasa
lagi dalam pelayanan abortus, karena undang-undang menuntut standar
pelayanan yang sangat tinggi. Di Bangladesh umumnya untuk menentukan abortus
diperlukan persetujuan 3 orang dokter. Tuntutan setinggi itu untuk negara masih
serba kurang, akan menghambat sampai tidak memungkinkan terlaksananya abortus.
d.
Biayanya selangit
Biaya
yang selangit merupakan akibat abortus yang tidak mudah dicapai oleh yang
memerlukannya. Wanita yang sangat memerlukan akan terpaksa pergi ke klinik atau
praktek yang sophisticated. Biaya yang tinggi itu tidak selalu berarti kualitas
pe!ayanan yang tinggi pula. Apabila dokter melakukan abortus dengan
sembunyi-sembunyi, dengan segala risiko yang dihadapinya, maka dengan
sendirinya biaya akan selangit.
e. Keterlambatan
Bahaya
abortus meningkat dengan bertambah tuanya umur kehamilan. Keterlambatan
pelayanan abortus biasanya disebabkan tuntutan kelayakan administrasi yang
terlampau tinggi, disamping oleh sebab kurang penge-tahuan pasien dan kurang
fasilitas kesehatan.
f.
Masabodoh
Seringkali
petugas kesehatan bersikap masa bodoh atau menolak wanita yang dirujukkan untuk
abortus. Wanita yang datang dengan permintaan untuk abortus seringkali tidak
dilayani seramah,dan sehormat seperti pasien lainnya. Walaupun setiap orang
berhak untuk tidak setuju dengan abortus, akan tetapi kalau dihadapkan kepada
masalah abortus sekurang-kurangnya
sudilah rnerujukkan pasien itu ke fasilitas kesehatan lain yang mau memperhatikannya.
g.
Tidak diteruskan dengan kontrasepsi
Petugas
kesehatan tidak memberikan saran kepada pasiennya untuk memakai kontrasepsi.
Padahal sesungguhnya, pasien-pasien itu sangat memerlukan dan akan memakai
kontrasepsi yang terbaik, apabila ditawarkan dengan baik-baik (Sumapraja,dkk,
1978).
Mengapa
seorang perempuan melakukan abortus? Hal itu dilakukan karena kehamilannya
tidak dikehendaki (unitended) atau
tidak diinginkan (unwanted). Alasannya
sangat bervariasi, mulai dan kegagalan kontrasepsi, terikat kontrak kerja yang
tidak boleh hamil, menderita penyakit tertentu, kelainan jiwa sampai kelainan/
cacat pada janin dengan berbagai latar belakang sosial budaya. Diperkirakan
sekitar 2/3 dan kehamilan yang tidak dikehendaki berakhir dengan abortus
(pengguguran kandungan). Sebenarnya suatu kehamilan yang tidak dikehendaki
dapat dicegah seandainya pasangan menggunakan kontrasepsi darurat, yaitu
kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan bila digunakan setelah hubungan
seksual. Hal ini sering disebut “Kontrasepsi
pasca senggama” atau “morning after
pill” atau “morning after treatment
“. lstilah “kontrasepsi darurat” asalnya
untuk menepis anggapan obat tersebut harus segera dipakai/ digunakan setelah
hubungan seksual atau harus menunggu hingga keesokan harinya dan bila tidak,
berarti sudah terlambat sehingga tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Sebutan
kontrasepsi darurat juga menekankan bahwa dalam cara KB ini lebih baik dari
pada tidak ada sama sekali. Namun tetap kurang efektif dibandingkan dengan cara
KB yang sudah ada (Affandi, dkk, 1999).
Aborsi pada
dasarnya adalah fenomena yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Aborsi dapat
dikatakan sebagai fenomena "terselubung" karena praktik aborsi sering
tidak tampil ke permukaan, bahkan cenderung ditutupi oleh pelaku utaupun
masyarakat, bahkan negara. Ketertutupan ini antara lain dipengaruhi oleh hukum
formal dan nilai-nilai sosial, budaya, agama yang hidup dalam masyarakat serta
politik.
Dari ulasan di
atas, jelas bahwa Abortus atau aborsi sangat membahayakan dan merugikan bagi perempuan
dari berbagai aspek, khususnya aspek medis atau kesehatan dan sosial. Walaupun
janin belum bernyawa, tetapi karena
sudah ada kehidupan pada janin yang sedang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan serta persiapan untuk menjadi makhluk baru (manusia) yang bernyawa, maka ia harus dihormati dan dilindungi
keberadaannya. Bila aborsi dilakukan karena kesalahan manusia, aborsi jelas
dilarang, namun bila aborsi dilakukan dalam keadaan untuk keselamatan ibu dan
janin maka aborsi boleh dilakukan. Sehingga kasus aborsi khususnya pada
kejadian KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan) harus dicegah dan dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, dkk, 1999.
Mencegah Kehamilan yang tidak Dikehendaki
dan Abortus dengan Kontrasepsi Darurat. MOGI.,23:141-144.
Azhari, 2002. Masalah Abortus Dan Kesehatan Reproduksi
Perempuan dalam Seminar Kelahiran tidak
diinginkan (aborsi) dalam Kesehatan Reproduksi Remaja:Palembang.
Iskandar, M.B, 1997.
Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja di
Indonesia. Majalah Ilmiah Fakultas Kedokteran Trisakti. Volume 16, 16
Desember 1997, edisi khusus. ISSN:0216 – 3969. Fakultas Kedokteran Unversitas
Trisakti:Jakarta.
Juita, Subaidah
Ratna, 2010. Abortus Provocatus Pada Korban Perkosaan Dalam Perspektif Hukum
Pidana (Suatu Kajian Normatif). Fakultas Hukum UNS:Semarang.
Kusmaryanto,
2002. Kontroversi Aborsi. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia:Jakarta.
Sinaga,
Tinceuli, 2007. Pengetahuan dan Sikap
Remaja Putri terhadap Aborsi dari Kehamilan Tidak Dikehendaki. FKM
USU:Sumatra Utara.
Sumapraja,dkk,1978.
Pengguguran Kandungan Berdasar
Pertimbangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Disahkan Oleh Presiden
Republik Indonesia,Dr.H. Susilo Bambang Yudhoyono, diundangkan Oleh Menteri
Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Republik Indonesia, Andi Mattalatta, 13 Oktober
2009:Jakarta.
Wilopo, 2005. Kita Selamatkan Remaja dari Aborsi dalam
Rangka Pemantapan Keluarga Berkualitas 2015. Makalah Seminar di Medan
Sumatra Utara, 11 April 2005.
World Health
Organization (WHO), 1998. Unsafe Abortion: Global and Regional
Estimates of Incidence of and Mortality due to Unsafe Abortion with a Listing
of Available Country Data. Third
Edition. Geneva: Division of
Reproductive Health (Technical Support).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar