Sabtu, 17 Agustus 2013

ARTIKEL PERMASALAHAN ABORTUS DITINJAU DARI SUDUT PANDANG KESEHATAN DAN SOSIAL



Postingan ini sebenarnya  tugas mata kuliah Teori Kesehatan Reproduksi. Berhubung sudah lumayan lama dan cuma disave di komputer, jadi mendingan di share ke blog baru, hitung-hitung berbagi ilmu ke oranglain yang membutuhkan. Semoga Bermanfaat :)
Aborsi, salah satu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Bener kan guys? Nah, satu kata itu menyimpan berjuta penafsiran dan komentar. Gimana gak coba, di Indonesia sendiri aborsi salah satu kasus yang menjadi sorotan, karena sifatnya masih kontroversial. Jumlah kasus aborsi juga makin tahun makin meningkat dan menimbulkan berbagai tanggapan dari berbagai pihak. Sebenarnya aborsi itu boleh gak sih? and bahaya or gak?? itu pertanyaan yang umum di kalangan masyarakat, khususnya para remaja. Yaps,  adanya globalisasi dan arus perkembangan IPTEK yang terus masuk ke Indonesia mau tak mau juga berdampak pada pergeseran moral etika pergaulan di kalangan remaja. Media komunikasi dan informasi banyak yang disalahgunakan, dan efeknya yang paling terasa yaitu pergaulan bebas yang menjurus ke free sex before married, sudah marak dilakukan para remaja saat ini. Akibatnya lagi, KTD alias Kehamilan Tidak Diinginkan makin mengkhawatirkan, karena sudah sering terjadi di kalangan remaja khususnya para pelajar. Miris memang, tetapi kondisi faktanya di lingkungan masyarakat memang sudah demikian. Oleh karena itu perlu berbagai tindakan nyata dari berbagai kalangan terkait untuk menurunkan alias mencegah hal tersebut supaya tidak terjadi.
Ya sudah, yuk kita cek dulu informasi-informasi tentang aborsi ya.. Semoga setelah membaca tulisan ini kesadaran kita semua semakin meningkat untuk terus mencegah terjadinya aborsi ... ^^
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur. Istilah  abortus  dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup  di  luar kandungan. Abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan 20 minggu (WHO, 1998). Pengertian aborsi atau abortus Provocatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum waktunya (Kusmariyanto, 2002).
Abortus merupakan suatu masalah kontroversi karena kasus abortus sudah lama ada di masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan maraknya jamu dan obat-obat peluntur serta dukun pijat untuk wanita yang terlambat bulan. Di pihak lain abortus juga tidak dibenarkan oleh agama. Bahkan dicaci, dimaki dan dikutuk sebagai perbuatan tidak bermoral. Pembicaraan tentang abortus dianggap tabu. Sulit ditemukan seorang wanita yang secara sukarela mengaku bahwa ia pernah diabortus, karena malu. Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus dianggap sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Abortus dapat berlangsung spontan secara alamiah atau buatan. Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu dengan obat-obatan atau dengan tindakan medik. Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid (Azhari,2002).
Keberadaan praktik aborsi kembali mendapat perhatian dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, sebagai pengganti  UU No. 23 Tahun 1992. Dengan dikeluarkannya revisi undang-undang kesehatan maka mengenai legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan telah termuat dengan jelas di dalam Pasal 75 ayat 2 UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Meski demikian UU ini menimbulkan kontroversi di berbagai lapisan masyarakat karena adanya pasal-pasal yang mengatur mengenai aborsi dalam praktek medis yang mengandung berbagai reaksi. Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, melarang adanya praktik aborsi (Pasal 75 ayat 1).
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
 a. terdapat indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan (Pasal 75 ayat 2).
Terlepas dari hukum formal yang mengatur, aborsi merupakan fenomena yang terkait erat dengan nilai-nilai sosial budaya agama yang hidup dalam masyarakat. Dalam konteks Indonesia aborsi lebih condong sebagai aib sosial daripada manifestasi kehendak bebas tiap individu. Aborsi merupakan masalah yang sarat dengan nilai-nilai sosial, budaya, agama, dan politik. Aturan normatif legal formal menolak aborsi meski masih ada ruang untuk hal-hal khusus. Aturan normatif sosial-hudaya-agama yang "informal" pada umumnya juga menolak aborsi, meski terdapat variasi dan kelonggaran di sana-sini. Persoalan aborsi penting untuk dibahas karena fenomena ini berkaitan erat dengan persoalan kesehatan reproduksi perempuan. Untuk kasus Indonesia, seperti diketahui, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu (MMR) adalah karena praktek aborsi terutama bagi ibu pada usia belia sebagai akibat salah pergaulan ataupun belum siap memiliki anak, selain persoalan pelayanan kesehatan yang tidak memadai dan faktor struktural lain yang lebih luas. Selain keterkaitan dengan nilai-nilai sosial, politik, budaya, dan agama, secara lebih spesifik fenomena aborsi tersebut terkait erat dengan isu gender (Juita, 2010).
Di Indonesia diperkirakan ada satu juta wanita yang mengalami KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan). Menurut laporan WHO, di seluruh dunia diperkirakan 15 juta remaja hamil setiap tahunnya, 60 % diantaranya tidak dikehendaki. Hal itu karena ketidaktahuan dan minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat mengakibatkan kehamilan. Pada tahun 2004, berdasarkan laporan WHO, 11 % kematian maternal di Indonesia diakibatkan karena aborsi yang tidak aman (unsafe-abortion) (Wilopo, 2005). Estimasi nasional menyatakan bahwa setiap tahun terjadi dua juta kasus aborsi di Indonesia. Ini berarti terdapat 43 kasus aborsi per seratus kelahiran hidup. Menurut hasil sensus penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perepempuan berusia 15-49 tahunatau 37 kasus aborsi per tahun per seribu perempuan usia15-49 tahun berdasarkan Crude Birth Rate (CBR) sebesar 23 per seribu kelahiran hidup. Sebuah studi di beberapa fasilitas kesehatandi Indonesia mengestimasikan 25-60 % kejadian aborsi adalah aborsi yang disengaja / induced abortion (Sinaga, 2007).
Resiko abortus yang paling marak disorot adalah yang dialami oleh remaja, karena risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja tidak hanya berdampak secara fisik tetapi juga pada kondisi emosi, ekonorni, dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Menurut literatur, ada 4 risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja: 1) PMS terrnasuk infeksi HIV/AIDS; 2) tindak kekerasan seksual dan pemaksaan, termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersial; 3) kehamilan dan persalinan usia muda yang berisiko kematian ibu dan bayi; dan 4) kehamilan tidak dikehendaki, seringkali menjurus ke aborsi tidak aman dan komplikasinya. Kehamilan dan persalinan pertama bagi remaja perempuan mempunyai pengaruh yang dalam dan berkepanjangan terhadap kesejahteraan, pendidikan dan kemampuannya untuk memberikan sumbangsih kepada masyarakat. Remaja merupakan kelompok yang rentan terinfeksi PMS termasuk HIV melalui kontak heteroseksual, berdasar pola penularan PMS di negara berkembang maupun negara maju. Penyebabnya antara lain: 1) ketidaktahuan tentang PMS; 2) tidak ada perlindungan seksual bila pasangan tidak menggunakan kondom secara konsisten; 3) semakin muda usia pertama aktif seksual, semakin tinggi kemungkinan memiliki lebih dari satu pasangan seksual, semakin besar risiko terpapar PMS/ HIV; 4) lapisan mukus mulut rahim remaja lebih rentan terhadap infeksi gonore, klamidia, dan papiloma (dapat menyebabkan kanker mulut rahirn); 5) pola pencarian pengobatan remaja buruk karena berusaha menyembunyikan masalah atau mengobati sendiri; 6) remaja perempuan dengan pasangan berbeda usia yang jauh ternyata berisiko 2 kali lebih tinggi, bila pasangannya sudah terkena PMS sebelumnya (Iskandar, 1997).
Yang dimaksud dengan unsafe abortion adalah abortus yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/ kompeten sehingga menimbulkankan banyak komplikasi bahkan kematian. Beberapa ciri unsafe abortion sebagai berikut:
a. Membahayakan
Unsafe abortion yang dilakukan sendiri atau oleh orang yang tidak terlatih akan selalu membahayakan. Di Indonesia dikenal jamu-jamu peluntur, atau terlambat datang bulan, yang diiklankan lewat surat kabar dan radio dengan peringatan: “Awas, jangan dimakan oleh wanita hamil”, dengan maksud agar para wanita yang hamil akan berduyun-duyun membeli jamu itu untuk induksi haid. Yang berbahaya ialah kalau wanita itu berusaha menginduksi haid dengan jalan kekerasan, yang dapat dilakukan oleh “dukun” dengan memijit kandungannya, atau dengan benda tajam yang dimasukkan sendiri ke dalam peranakkannya.
b. Kurang pengetahuan
Kurang pengetahuan menyebabkan wanita itu tidak tahu bahwa ia hamil, apalagi berapa besar/ tua kehamilannya. Bila mengetahui sudah hamil, umumnyamereka akan mencoba dulu sendiri, bila tidak berhasil ke dukun. Akhirnya setelah sampai ke dokter kehamilannya sudah sangat besar.
c. Kurang fasilitas
Kekurangan fasilitas kesehatan di negara-negara yang sedang berkembang akan lebih terasa lagi dalam  pelayanan abortus,  karena undang-undang menuntut standar pelayanan yang sangat tinggi. Di Bangladesh umumnya untuk menentukan abortus diperlukan persetujuan 3 orang dokter. Tuntutan setinggi itu untuk negara masih serba kurang, akan menghambat sampai tidak memungkinkan terlaksananya abortus.
d. Biayanya selangit
Biaya yang selangit merupakan akibat abortus yang tidak mudah dicapai oleh yang memerlukannya. Wanita yang sangat memerlukan akan terpaksa pergi ke klinik atau praktek yang sophisticated. Biaya yang tinggi itu tidak selalu berarti kualitas pe!ayanan yang tinggi pula. Apabila dokter melakukan abortus dengan sembunyi-sembunyi, dengan segala risiko yang dihadapinya, maka dengan sendirinya biaya akan selangit.
e.  Keterlambatan
Bahaya abortus meningkat dengan bertambah tuanya umur kehamilan. Keterlambatan pelayanan abortus biasanya disebabkan tuntutan kelayakan administrasi yang terlampau tinggi, disamping oleh sebab kurang penge-tahuan pasien dan kurang fasilitas kesehatan.
f. Masabodoh
Seringkali petugas kesehatan bersikap masa bodoh atau menolak wanita yang dirujukkan untuk abortus. Wanita yang datang dengan permintaan untuk abortus seringkali tidak dilayani seramah,dan sehormat seperti pasien lainnya. Walaupun setiap orang berhak untuk tidak setuju dengan abortus, akan tetapi kalau dihadapkan kepada masalah  abortus sekurang-kurangnya sudilah rnerujukkan pasien itu ke fasilitas kesehatan lain yang mau memperhatikannya.
g. Tidak diteruskan dengan kontrasepsi
Petugas kesehatan tidak memberikan saran kepada pasiennya untuk memakai kontrasepsi. Padahal sesungguhnya, pasien-pasien itu sangat memerlukan dan akan memakai kontrasepsi yang terbaik, apabila ditawarkan dengan baik-baik (Sumapraja,dkk, 1978).
Mengapa seorang perempuan melakukan abortus? Hal itu dilakukan karena kehamilannya tidak dikehendaki (unitended) atau tidak diinginkan (unwanted). Alasannya sangat bervariasi, mulai dan kegagalan kontrasepsi, terikat kontrak kerja yang tidak boleh hamil, menderita penyakit tertentu, kelainan jiwa sampai kelainan/ cacat pada janin dengan berbagai latar belakang sosial budaya. Diperkirakan sekitar 2/3 dan kehamilan yang tidak dikehendaki berakhir dengan abortus (pengguguran kandungan). Sebenarnya suatu kehamilan yang tidak dikehendaki dapat dicegah seandainya pasangan menggunakan kontrasepsi darurat, yaitu kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan bila digunakan setelah hubungan seksual. Hal ini sering disebut “Kontrasepsi pasca senggama” atau “morning after pill” atau “morning after treatment “. lstilah “kontrasepsi darurat” asalnya untuk menepis anggapan obat tersebut harus segera dipakai/ digunakan setelah hubungan seksual atau harus menunggu hingga keesokan harinya dan bila tidak, berarti sudah terlambat sehingga tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Sebutan kontrasepsi darurat juga menekankan bahwa dalam cara KB ini lebih baik dari pada tidak ada sama sekali. Namun tetap kurang efektif dibandingkan dengan cara KB yang sudah ada (Affandi, dkk, 1999).
Aborsi pada dasarnya adalah fenomena yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Aborsi dapat dikatakan sebagai fenomena "terselubung" karena praktik aborsi sering tidak tampil ke permukaan, bahkan cenderung ditutupi oleh pelaku utaupun masyarakat, bahkan negara. Ketertutupan ini antara lain dipengaruhi oleh hukum formal dan nilai-nilai sosial, budaya, agama yang hidup dalam masyarakat serta politik.
Dari ulasan di atas, jelas bahwa Abortus atau aborsi sangat membahayakan dan merugikan bagi perempuan dari berbagai aspek, khususnya aspek medis atau kesehatan dan sosial. Walaupun janin belum bernyawa, tetapi  karena sudah ada kehidupan pada janin yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan serta persiapan untuk menjadi makhluk baru (manusia)  yang bernyawa, maka ia   harus dihormati dan dilindungi keberadaannya. Bila aborsi dilakukan karena kesalahan manusia, aborsi jelas dilarang, namun bila aborsi dilakukan dalam keadaan untuk keselamatan ibu dan janin maka aborsi boleh dilakukan. Sehingga kasus aborsi khususnya pada kejadian KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan) harus dicegah dan dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, dkk, 1999. Mencegah Kehamilan yang tidak Dikehendaki dan Abortus dengan Kontrasepsi Darurat. MOGI.,23:141-144.

Azhari, 2002. Masalah Abortus Dan Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Seminar  Kelahiran tidak diinginkan (aborsi) dalam Kesehatan Reproduksi Remaja:Palembang.

Iskandar, M.B, 1997. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia. Majalah Ilmiah Fakultas Kedokteran Trisakti. Volume 16, 16 Desember 1997, edisi khusus. ISSN:0216 – 3969. Fakultas Kedokteran Unversitas Trisakti:Jakarta.

Juita, Subaidah Ratna, 2010. Abortus Provocatus  Pada Korban Perkosaan Dalam Perspektif Hukum Pidana (Suatu Kajian Normatif). Fakultas Hukum UNS:Semarang.

Kusmaryanto, 2002. Kontroversi Aborsi. PT. Gramedia  Widiasarana Indonesia:Jakarta.

Sinaga, Tinceuli, 2007. Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri terhadap Aborsi dari Kehamilan Tidak Dikehendaki. FKM USU:Sumatra Utara.

Sumapraja,dkk,1978. Pengguguran Kandungan Berdasar Pertimbangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor  36  Tahun  2009 Tentang Kesehatan. Disahkan Oleh Presiden Republik Indonesia,Dr.H. Susilo Bambang Yudhoyono, diundangkan Oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Republik Indonesia, Andi Mattalatta, 13 Oktober 2009:Jakarta.

Wilopo, 2005. Kita Selamatkan Remaja dari Aborsi dalam Rangka Pemantapan Keluarga Berkualitas 2015. Makalah Seminar di Medan Sumatra Utara, 11 April 2005.

World Health Organization (WHO), 1998.   Unsafe Abortion: Global and Regional Estimates of Incidence of and Mortality due to Unsafe Abortion with a Listing of Available Country Data.   Third Edition.   Geneva: Division of Reproductive Health (Technical Support).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar